Guru sebagai pembentuk generasi penerus pembangkit islam
Bagaimana peran Guru yang ideal?
Seorang guru/pendidik mestinya
mampu membentuk seorang peserta didik menjadi muslim yang tangguh. Dengan
ketangguhan itu peserta didik akan tahu mana ilmu yang wajib bagi dirinya
(fardu ‘ain) dan mana yang diwajibkan untuk masyarakat (fardu khifayah)
sehingga peserta didik akan meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.
Ketangguhan itu didapat dengan
memahamkan peseta didik tentang suatu prinsip penting. Peserta didik harus
mampu menemukan satu tujuan yang akan mengarahkan ia untuk mencapat tujuan
tersebut. Dengan begitu peserta didik yang sejatinya adalah ummat tidak akan
manjadi manusia plin-plan karena memiliki standar hidup yang sesuai dengan
fitrah manusia.
Pemahaman yang harus dipahamkan
guru adalah aqidah aqliyah yang benar kepada peserta didik. Suatu keyakinan
yang diperoleh dari proses berpikir. Peserta didik sebagai manusia yang
dianugerahi akal harus diajak berpikir tentang dirinya dan fakta-fakta yang ada
disekitarnya. Manusia yang tinggal di alam semesta dan diberi kehidupan apakah
ada dengan tanpa tujuan. Ketika direnungkan manusia yang hidup di dunia ini
berawal dan berakhir. Begitu juga denga hewan yang memiliki kehidupan juga berawal
dan berakhir. Peserta didik harus diajak berpikir sebelum kehidupan dunia ini
dimanakah kehidupan? Dan setelah kehidupan dunia ini dimanakah kehidupan?
Berdasarkan hal ini akan timbul tiga pertanyaan yang sangat mendasar yang pasti
muncul dalam benak peserta didik; 1) dari manakah manusia berasal?, 2)
Kemanakah manusia setelah kematian?; 3) Untuk apa manusia hidup?
Menjawab tiga pertanyaan yang
mendasar tadi dengan tepat akan menjadikan peserta didik berideologi islam.
Peserta didik memahami manusia berasa dari Allah swt, kembali pada Allah swt,
dan hidup untuk menaati seruan-seruan Allah swt. Segala perbuatan yang
dilakukan terikat dengan seruan-seruan Allah swt. Perbuatan-perbuatan itu akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah swt kelak. Aturan yang berasal dari Allah
swt menjadi penghubung kehidupan sebelum dan sesudah kehidupan dunia ini. Dengan
demikian guru dan peserta didik akan memiliki tujuan yang sama. Tujuan yang
sama ini akan memudahkan copy paste
ilmu kepada peserta didik.
Berdasarkan penjelasan di atas
seorang guru/pendidik yang ideal itu adalah guru yang mampu;
- Menjadikan peserta didik memiliki prinsip yang kokoh/berideologi islam.
- Mengarahkan peserata didik untuk meraih kesuksesan dunia dan akhirat.
- Memahamkan peserta didik tentang ilmu yang fardhu ‘ain dan fardhu khifayah.
- Memahamkan kepada peserta didik bahwa islam itu untuk diamalkan bukan sekedar dipelajari.
Untuk mencapai target guru ideal
tersebut seorang guru haruslah memiliki pola pikir islam dan pola sikap islam. Guru harus mampu mengispirasi peserta didik.
Guru harus menjadikan dirinya panutan bagi peserta didik sehingga peserta
didiknya ingin menjadi seperti dirinya. Ketika
peserta didik melihat gurunya ia langsung termotivasi untuk menuju
kebangkitan. Kesemua itu dapat terwujud dengan memenuhi kualifikasi guru yaitu;
- Amanah/tanggung jawab untuk membangun kepribadian islam pada diri peserta didik.
- kafa’ah/memiliki kemampuan di bidangnya dan memahami visi, misi tujuan pendidikan islam.
- Himmah/etos kerja tinggi.
- Guru harus berideologi islam/berkepribadian islam agar bukan sekedar menjalankan fungsi mengajar tetapi juga fungsi mendidik.
Realitas; Peran Guru Saat ini
Guru sebagai stake holder terpenting dalam dunia pendidikan saat ini ternyata
tidak mampu menjadikan peserta didik memiliki karakter yang baik. Para alumnus
dari instansi pendidikan banyak yang tidak memiliki keperibadian islam. Alumnus
yang menjadi pejabat dalam pemerintahan banyak yang korupsi. Disisi lain banyak
sekali terjadi tauran antar peserta didik dimana mereka sejatinya sudah dididik
oleh guru-guru professional. Peserta didik hanya mementingkan kesenangan dan
materi karena sistem pendidikan yang diterapkan memang untuk menjadikan peserta
didik menjadi sosok yang materialistik.
Sebagai seorang pendidik penulis
memperhatikan guru-guru disekolahan juga banyak yang jauh dari karakter/kualifikasi
guru yang diharapan. Guru-guru itu lebih cenderung ditakuti oleh peserta didik.
Ketika berkomunikasi guru-guru itu menggunakan nada tinggi berekspresi marah. Pendekatan
seperti ini tidak mewujudkan persahabatan antara guru dengan peserta didik.
Guru-guru itu juga tidak memberikan tauladan yang baik seperti tidak konsisten
dengan apa yang dijelaskannya, misal dalam pelajaran ia menjelaskan bahwa
merokok itu merusak paru-paru namun dalam keseharian ia merokok dihadapan
siswanya.
Lebih dalam lagi guru-guru yang
ada tidak berideologi islam. Memeluk islam tidak secara totalitas. Wajar saja
ini terjadi akibat ketiadaan pendidikan bagi guru untuk masuk kedalam islam secara
kaffah. Para guru-guru ini juga dibentuk oleh dosen-dosen S2, S3, dan propesor
yang juga tidak berideologi islam. Lebih lanjut dari akar sudah bermasalah.
Sistem pemerintahan demokrasi sekuler menutup jalan bagi para pengikutnya untuk
mendalami islam sebagaimana yang diajarkan oleh rasulullah saw.
Benar banyak juga guru-guru yang
baik, santun kepada siswanya, dan senantiasa menasehati siswanya. Namun ini
tidak akan berarti dalam membentuk peserta didik agar memiliki karakter yang
baik. Terlebih lagi peserta didik tidak hanya belajar di sekolah namun juga di
rumah dan dari lingkungan masyarakat. Sebaik apa pun guru di
sekolah/universitas mendidik peserta didik tidak akan memberikan hasil yang
signifikan karena belum tentu peserta didik mendapatkan pelajaran yang baik
dari orang tuanya. Apalagi dari lingkungan masyarakat; media televisi,
pergaulan bebas, yang sangat jauh sekali dari islam. Dengan demikian ada tiga
komponen sebagai sumber belajar peserta didik yaitu sekolah, rumah, dan
masyarakat. Tampak sekali kerusakan yang ada di dunia pendidikan diakibatkan
diterapkannya sistem demokrasi liberal yang memisahkan kehidupan dengan agama.
Islam justru mengatur kehidupan sesuai fitrah sehingga memuaskan akal dan
menentramkan jiwa. Islam menjadikan manusia mulia di dunia dan akhirat.
Walhasil guru tidak mampu
membentuk karakter islam/berideologi islam pada diri peserta didik disamping
guru memang hanya menguasai satu bidang. Guru pun harus mengikuti kurikulum
yang lahir dari rahim demokrasi liberal dimana kurikulum itu mengarahkan
peserta didik untuk menjadi liberal.
Sistem Pendidikan Islam Vs Demokrasi Liberal
Pemerintah telah melakukan
perbaikan kurikulum yang tujuannya agar peserta didik selain berpengetahuan
juga memiliki sikap yang baik, agama yang baik, dan keterampilan yang baik.
Ternyata perubahan kurikulum ini awalnya diterima dengan tidak ikhlas oleh para
guru. Membuat guru-guru stress dengan
sistem penilaian yang rumit menurut mereka. Seiring berjalannya waktu guru
mulai terbiasa dengan kurikulum baru. Tetap saja perubahan kurikulum ini tidak
akan membentuk karakter islam dalam diri peserta didik. Disamping buku-buku
terbitan kurikulum 2013 ada yang bertentangan dengan islam sebagai bukti
liberalnya tujuan pendidikan. Peserta didik juga diajari oleh orang tua dan
masyarakat yang sekuler akibat penerapan sistem demokrasi sekuler.
Sistem pendidikan mencakup tiga
komponen yaitu sekolah, rumah, dan masyarakat. Dengan menganalisis fakta saat
ini sistem pendidikan liberal telah berhasil membentuk generasi penerus yang
kapitalis liberal. Demokrasi berhasil membuat sekolah-sekolah yang lulusannya bersifat
materialistik dan kurang peduli terhadap islam. Demokrasi berhasi membentuk
masyarakat yang bebas, media yang bebas, dengan banyak mengabaikan hukum-hukum
islam. Pendidikan di rumah juga pendidikan yang jauh dari islam karena orang
tua adalah bagian dari masyarakat yang tidak berideologi islam.
Dengan demikian sistem pendidikan
yang ada saat ini tidak akan mampu membangkitkan islam. Manusia yang diciptakan
dengan tujuan mengabdi kepada Allah swt tidak akan terlaksana secara kaffah
karena sistem pendidikan menjauhkan peserta didik dari islam kaffah.
Sistem pendidikan islam berangkat
dari hakikat hidup manusia yaitu jawaban dari tiga pertanyaan mendasar; dari
mana, mau kemana, dan untuk apa. Manusia pada hakikatnya adalah hamba Allah swt
dan diamanahi Allah swt sebagai pengelola bumi. Sebagai hamba Allah swt peran
hidup manusia adalah beriman dan taat pada syariat Allah swt. Dengan demikian
pembinaan pendidikan harus menghasilkan syakhsiah islamiyah (manusia yang
berpola pikir islam dan pola sikap islam). Sebagai pengelola bumi peran hidup
manusia adalah memakmurkan bumi berbekal syariah Allah swt dan Sains Teknologi.
Dengan demikian pembinaan pendidikan harus dengan penguasaan saintek dan
melalui penerapan syariah untuk rakmatan lil alamin.
Berdasarkan penjelasan di atas
tujuan pendidikan dalam sistem pendidikan islam adalah; 1) membentuk
kepribadian islam, 2) menguasai pengetahuan islam, 3) menguasai ilmu kehidupan (sains
teknologi dan keahlian).
Berdasarkan sirah Nabi SAW dan
tarikh Daulah Khilafah, Negara memberikan jaminan pendidikan secara Cuma-Cuma
(bebas biaya) dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat untuk
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Kesejahteraan dan gaji para pendidik
(guru) sangat diperhatikan dan merupakan beban yang harus dipikul Negara serta
diambil dari kas baitul mall. Di madrasah Al Mustanshiriah yang didirikan oleh
Khalifah Al Muntashir di kota Baghdad, setiap siswa menerima beasiswa berupa
emas seharga 1 dinar (4,25 gram emas). Kehidupan keseharian mereka dijamin
sepenuhnya. Fasilitas sekolah lengkap, seperti perpustakaan beserta isinya,
rumah sakit dan pemandian. Dan jauh sebelumnya, Ad Damsyiqi mengisahkandari Al
wadhiyah bin Ataha bahwa khalifah Umar Ibnu Khattab memberikan gaji kepada tiga
orang guru yang mengajar anak-anak di kota madinah masing-masing sebesar 15
dinar setiap bulan (1 dinar = 4,25 gram emas).
Solusi tuntas
Institusi Negara ummat islam
runtuh pada 3 maret 1924. Menurut perhitungan masehi ketiadaan Negara islam
sudah 90 tahun terhitung hingga 2014 ini. Suatu peradaban yang kuat disebabkan
karena adanya institusi sebagai wadah penerapan
idiologi yang di embannya. Pelaksanaan syariah secara menyeluruh hanya bisa
diterapkan dengan adanya Negara yang menggunakan sistem pemerintahan islam
seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah. Pemerintah yang menggunakan sistem
pemerintahan demokrasi tidak akan mungkin menjalankan sistem pendidikan islam.
Sistem pemerintahan demokrasi hanya melahirkan sistem-sistem yang serba sekuler
termasuk sistem pendidikan karena asas dasarnya adalah sekuler yang memisahkan
agama dengan kehidupan. Fakta menunjukkan bahwa peran guru dalam sistem
demokrasi tidak menjadikan peserta didik menjadi manusia yang mampu berpikir
secara cemerlang. Peserta didik kebanyakan tidak memiliki tujuan yang jelas
selain tujuan materi yang bersifat duniawi.
Dengan demikian harus tumbuh
kesadaran bagi ummat - termasuk di dalamnya guru - bahwa sistem yang memisahkan
kehidupan dengan agama adalah sistem yang kufur. Dengan kesadaran itu guru akan
meluruskan aqidahnya sehingga guru akan berideologi islam. Ideologi islam akan
mendorong pengembannya untuk taat kepada sang Pencipta sehingga melaksanakan semua
perintah dan menjauhi semua laranganNya. Ketaatan ini berbentuk penerapan syariah
secara totalitas sebagaimana diwajibkan Allah kepada orang-orang yang beraqidah
islam (QS. 2:208). Penerapan secara totalitas harus dilakukan dengan menegakkan
suatu institusi yang melaksanakannya yaitu daulah islam dengan bingkai khilafah
islam. Sehingga akan lahir dari aqidah
tersebut sebuah sistem pendidikan yang sesuai dengan hakikat tujuan penciptaan
manusia. Disinilah guru-guru akan berperan aktif membentuk karakter generasi
penerus yang islami. Yang siap berjuang menjadikan islam sebagai rahmatan lil
alamin.
Allahualam