Zuhud
harusnya menjadi pakaian dan perhiasan setiap muslim baik ia kaya maupun
miskin. Muslim yang kaya bisa menjadi orang yang zuhud saat ia tidak disibukkan
oleh kekayaannya hingga melupakan Allah SWT dan Rasul-Nya. Kekayaan itu justru
dimanfaatkan untuk menambah ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Segala
aktivitasnya adalah ibadah, giat berdakwah, semangat dalam menginfakkan
hartanya di jalan Allah SWT. Seperti yang dicontohkan oleh generasi sahabat
yang tergolong kaya seperti Abu Bakar ra., Umar bin al-Khaththab ra., Usman bin
Affan ra., Mushab bin Umair ra., dan lainnya. Meski kaya raya mereka tetap ahli
ibadah dan giat berdakwah. Meski kaya raya, mereka tidak disibukkan untuk terus
menumpuk harta. Justru hartanya malah dihabiskan di jalan Allah SWT. Bagi
mereka hidup kaya bukan suatu kebanggaan, bahkan mereka kuatir dengan kekayaan
mereka. Kuatir jika Allah SWT hanya menurunkan seluruh kenikmatan hanya di
dunia ini saja dan tak tersisa lagi kenikmatan di akhirat kelak.
Orang miskinpun bisa menjadi
orang zuhud saat ia tidak disibukkan
dengan kemiskinannya. Kemiskinan tidak menjadi penghalang bagi dirinya untuk
taat beribadah dan giat berdakwah. Bahkan meski miskin ia senantiasa
bersedekah, jika tidak dengan harta maka dengan tenaga, akal pikiran, atau
sekedar senyum pada orang lain.
Orang miskin/kaya bisa
jadi sama-sama dihinggapi oleh penyakit hub
addunya (kecintaan terhadap dunia) yaitu lawan dari zuhud.
Tidak bisa dikatakan
karena seseorang kaya maka ia tidak zuhud,
Tidak bisa juga dikatakan
karena seseorang miskin maka ia zuhud,
Zuhud dikatagorikan
sebagai suatu pilihan hidup yang bijak. Yaitu memilih hidup untuk tidak terlena
dengan kehidupan dunia yang bersifat sementara. Zuhud bukan berarti meninggalkan
kehidupan dunia. Sebagai seorang hamba, kita diwajibkan untuk bekerja untuk
menciptakan suatu kondisi yang mendatangkan rejeki. Dalam menjemput rejeki
haruslah dengan ilmu. Rejeki yang halal digunakan untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan kebutuhan naluri. Terpenuhinya segala kebutuhan akan membuat kita
bertahan hidup sehingga kita mampu beribadah dan beramal soleh. Bagaimana
mungkin seseorang bisa solat, puasa, zakat, dakwah, dan lain-lain jika ia tidak
makan, minum, sehingga ia menjadi lemah. Sehingga bekerja menjadi wajib
hukumnya bagi laki-laki. Dalam bekerjapun harus tau halal dan haramnya.
Sehingga menuntut ilmu pun menjadi wajib hukumnya.
Imam al-Ghazili menyebutkan cirri-ciri
orang yang zuhud.
- Tidak bergembira (berlebihan) atas harta yang mereka miliki dan tidak bersedih hati atas harta yang tidak dimiliki atau yang hilang dari diri mereka. Firman Allah SWT : “…agar kalian tidak berduka atas apa ang hilang dari diri kalian dan tidak terlalu bergembira atas apa yang Allah berikan kepada kalian.” (QS. Al-Hadid[57]: 23)
- Fujian tidak membuat dirinya bergembira. Celaan tidak membuat dirinya bersedih hati.
- Perhatian terbesarnya hanyalah Allah SWT karena hatinya memang tidak pernah kosong dari rasa cinta kepadaNya.
Imam Hasan al-Bashari membirikan kunci
zuhud:
- Selalu yakin bahwa rejeki kita tidak mungkin diambil oleh orang lain sehingga hati kita selalu merasa tenang, sehingga akan lahir sikap:
Tawakal
serta ikhtiar mencari rejeki secara optimal.
Tidak
tamak, rakus, serakah tehadap harta.
- Menyadari
bahwa tidak mungkin amal kita dikerjakan oleh orang lain. Sehingga menyibukkan
diri kita untuk terus beramal tak kenal lelah. Termasuk amal dakwah.
- Selalu yakin bahwa Allah SWT senantiasa mengawasi. Ini akan menjauhkan kita dari perbuatan dosa. Bukan kecil dosanya tetapi kepada siapa sesungguhnya ia berdosa (Abu Nu'aim). Tentu dosa besar atau kecil, hakikatnya sama-sama merupakan maksiat kepada Allah SWT.
- Selalu yakin bahwa kematian adalah suatu kepastian. Memotivasi untuk terus mempersiapkan bekal demi menghadap kepada Allah SWT.
(Referensi majalah al-wa'ie oleh Arief B. Iskandar)
Hidup Zuhud akan sangat mudah diperoleh ketika seseorang memahami bagaimana islam yang kaffah (menyeluruh/complete). Giat menuntut ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk diri dan orang banyak. Seorang yang paham agama/ideolegi islam akan senantiasa bersemangat dalam beribadah, antusias dalam bersedekah, giat menuntut ilmu, giat dalam berdakwah. Urusan dunia bukan menjadi fokus utama, Dunia hanya sebagai ladang/alat untuk memperoleh sukses akhirat sebagai fokus utama.
Semoga
Taufik Allah SWT terlimpahkan atas kita semua. Semoga kita senantiasa mempelajari hidayah yang sudah diturunkan di dalam Al-Quran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar