Ayo berbagi agar lebih bermanfaat

Sabtu, 24 November 2012

Beberapa Alasan Menggunakan Model pembelajaran

1.1   Kooperatif

Pada dasarnya effect pembelajaran kooperatif sangat dibutuhkan dalam kehidupan siswa pasca sekolah. Kooperatif melatih siswa untuk mengembangkan kemampuan bekerja sama. Dalam sebuah pribahasa “berat sama dipikul ringan sama dijinjing” sangat cocok untuk untuk kooperatif ini. Dalam kehidupan nyata atau kehidupan setelah pendidikan formal selesai. Ada persoalan yang dapat diselesaikan sendiri. Banyak juga persoalan persoalan yang tidak bisa diselesaikan sendiri. Ketika siswa sudah terbiasa bekerja sama akibat pembelajaran kooperatif. Dalam kehidupan nyata siswa akan mampu menjalani kehidupan dengan lebih bijak. Kooperatif mengajarkan siswa untuk mampu berinteraksi sosial dengan baik. Saat berdiskusi dalam pembelajaran kooperatif setiap anggota kelompok saling memberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat atau ide. Saling membimbing dan dibimbing. Pembelajran kooperatif memungkinkan siswa berinteraksi aktif dalam belajar dan mengambil kesimpulan secara bersama-sama.
Dalam pembelajaran fisika kooperatif perlu digunakan. Misal pada suatu percobaan fisika yang menunjukkan fenomena fisika. Siswa bekerja sama dalam menelaah fenomena tertentu dengan saling memberikan pendapat. Interaksi sosial terbentuk saat memiliki satu tujuan yang sama yaitu mendapatkan jawaban atau solusi dari Lembar Kerja Siswa yang disiapkan oleh guru. Dengan begini kesimpulan yang paling mendekati konsep yang diharapkan akan tercapai.  Guru akan meluruskan konsep jika ada kesimpulan siswa yang keliru. Dengan begitu akan terjadi sebuah proses pencapaian akademik yang baik. Diikuti keterampilan sosial dan pencapaian pengetahuan akademik yang akan membuat siswa menjadi melek sain.

1.2   PBL
Seperti halnya kooperatif, PBL juga merupakan keterampilan yang sangat diperlukan dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Pembelajaran berbasis masalah mampu melatih siswa untuk memiliki keterampilan penyelidikan mengatasi masalah dan keterampilan berfikir tingkat tinggi. Dalam menjalani kehidupan ini, setiap hari manusia tidak terlepas dari yang namanya masalah. Sebagian orang tidak masalah dengan masalah. Sebagian lagi merasa masalah adalah mala petaka.Tergantung pada bagaimana seseorang menyikapi masalah tersebut. Kemampuan menyelasaikan masalah harus dilatih sejak dini. Inilah alasan perlunya menggunakan pembelajaran berbasis masalah disekolah. Jika setiap belajar siswa dibiasakan menghadapi masalah, walhasil keterbiasaan dalam menyelesaikan masalah akan menjadi keahliannya.
Dalam pembelajaran fisika setiap materi dapat dijadikan solusi terhadap suatu permasalahan tertentu. Banyak ilmu fisika yang menjadi teman dalam kehidupan kita. Misal masalah listrik. Siswa diminta untuk menerangi sebuah desa yang belum ada listriknya. Dengan demikian siswa harus mencari sendiri konsep tentang listrik agar permasalahan di desa tadi ditemukan solusinya. Siswa diminta memecahkan masalah ini. Mereka saling berdiskusi satu sama lain sehingga tanpa mereka sadari konsep atau kompetensi dasar yang diinginkan terbentuk secara alami dengan proses baik. Selain pengetahuan fisika terbentuk, siswa juga melatih kemampuan berfikir tingkat tinggi yang akan berguna dalam pemecahan masalah.

Ilmu Pendidikan

Jumat, 16 November 2012

Pembelajaran Kooperatif untuk Kehidupan yang akan datang

ISU ISU TENTANG MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

3.1  Apakah Pembelajaran Kooperatif dan Kolaboratif Sudah Dilaksanakan di Sekolah
Berdasarkan fakta yang ada ternyata model pembelajaran kooperatif belum diterapkan di sekolah-sekolah secara penuh. Fakta ini diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan tim penulis ke sekolah-sekolah yang ada di Sumatera Utara. Fakta ini juga diperoleh dari ungkapan beberapa latar belakang penelitian skripsi tentang model pembelajaran kooperatif di sekolah-sekolah. Seperti halnya Elfi dalam latar belakang skripsinya menyatakan guru cenderung masih menggunakan model pembelajaran konvensional dengan metode ceramah dan tanya jawab, guru tidak menggunakan model yang bervariasi.     Model pembelajaran kooperatif hanya dilakukan saat penelitian oleh mahasiswa yang ingin menyelesaikan skripsi atau tesis. Guru-guru masih cenderung menggunakan pembelajaran yang berpusat pada guru. Guru-guru baru pun banyak yang merasa tidak mampu menggunakan model pembelajaran kooperatif dikarenakan lingkungan sekitar/guru-guru yang lain masih menggunakan metode ceramah. Untuk menjawab isu ini, akan dijelaskan pada point-point berikutnya yang merupakan penyebab tidak terlaksananya model pembelajaran kooperatif di sekolah-sekolah.

3.2  Guru Tidak Percaya Dengan Model Pembelajaran Koperatif
Saat mengajar di kelas terkadang kita tergoda untuk mengajar seperti dahulu kita di ajarkan oleh guru-guru kita. Pada tahun-tahun dimana orang yang saat ini menjadi guru sedang menjadi murid di sekolah, pembelajaran diberikan dengan guru sebagai pusat.

Guru menjadi satu-satunya sumber pengetahuan di samping buku teks. Sesekali guru menyuruh muridnya berdiskusi dalam lay out atau susunan bangku kelas yang dideretkan dari depan ke belakang. Saat mengerjakan tugas dari guru pun, murid mengerjakannya secara individual.

Generasi guru sudah mulai terganti dengan guru-guru yang sudah mempelajari model pembelajaran kooperatif. Guru-guru yang tidak percaya yang dimaksudkan disini adalah guru-guru lama yang sepanjang mereka mengajar belum digalakkannya pembelajaran kooperatif.

Penyebab mereka tidak percaya berdasarkan hasil observasi adalah sebagai berikut:

  • Rasa enggan untuk melakukan perubahan.
  • Tidak mau mencari informasi tentang model pembelajaran kooperatif.
  • Merasa lebih direpotkan oleh kooperatif.
  • Tidak mampu mengembangkan diri akibat faktor usia.

Adapun solusi yang dapat dilakukan agar mereka mau menerapkan pembelajaran kooperatif adalah dengan mengajak guru-guru tersebut kembali mengingat saat-saat mereka berada di kursi sekolah. Yang menuntut mereka bersama temannya yang lain saat itu untuk menyelasaikan tugas tertentu. Pengalaman ini mungkin sangat singkat, seperti menegerjakan soal fisika dengan teman sebangku atau yang membutuhkan kolaborasi dalam menyelesaikan sebuah proyek.

Pengalaman para guru itu akan dimunculkan dengan mengajukan beberapa pertanyaan.

  • Apakah yang paling ibu/bapak sukai dari mengerjakan tugas bersama orang lain?
  • Apakah pengalaman itu berharga? Mengapa?
  • Menurut bapak ibu, Apa yang dipelajari siswa saat siswa belajar bersama-sama?
  • Apakah yang mendukung dan menghambat keefektifan belajar dalam belajar bersama?

Jika mereka menjawab secara jujur dan benar. Mereka akan percaya bahwa pembelajaran kooperatif baik digunakan dalam lingkungan belajar disekolah. Mereka pun harus disadarkan bahwa pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang langsung dikonstruksi ke dalam otak manusia. Sepertihalnya “saya lupa karena saya mendengarkan, saya ingat karena saya melakukan.”

3.3  Orang Tua Murid Protes Pada Kepala Sekolah Karena Penggunaan Kooperatif
Sekelompok orang tua dari anak-anak yang sangat berbakat datang kesekolah mengeluh karena seorang guru menggunakan kooperatif. Mereka mengatakan bahwa anak-anak mereka dihukum dengan harus bekerja dengan anak-anak yang kurang berbakat dan bahwa pemberian nilai pada usaha kelompok tidak adil. Mereka menyatakan keyakinannya bahwa individu-individu seharusnya diberi penghargaan atas hasil kerjanya sediri, terlepas dari pekerjaan orang lain.

            Solusi dari permasalahan ini adalah kembali pada tujuan pembelajaran di kelas. Tujuan Pembelajaran di kelas adalah membentuk pengetahuan pada diri siswa. Bukan beberapa siswa melainkan seluruh siswa. Ketika ada beberapa siswa belum menguasai suatu materi sebenarnya bisa dikatakan sorang guru belum sukses dalam mengajar.

            Solusi-solusi yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

Saling berpandangan positif. Saling berpandangan positif ialah manusia memiliki potensi yang sama dan mereka saling bergantung antara satu sama lain untuk mencapai sesuatu kemaslahatan yang sama. Semua orang perlu memahami  pembelajaran diri sendiri dan pembelajaran  berkelompok. Sesering mungkin perlu dilatihkan kepada siwa untuk berinteraksi dalam kelompok agar mereka dapat membantu, berpendapat, dan seterusnya antara satu sama lain untuk mencapai tahap pembelajaran yang maksimum.

Kemampuan individu. Setiap orang (siswa) mempunyai tanggung jawab untuk belajar. Koperatif bukan hanya bertujuan untuk keberhasilan team, Namun juga untuk meningkatkan kemampuan individu. Artinya setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari materi sebelum berdiskusi dengan teman satu team.

Kerja sama team. Manusia tidak dilahirkan dengan naluri untuk berinteraksi secara berkesan dengan orang lain (Johnson, Johnson & Holubec, 1990). Namun kemampuan kerja sama team untuk bergaul secara berkesan dengan orang lain tidak akan terbentuk secara otomatis. Model pembelajaran kooperatif menjadikan dan membiasakan siswa mengembangkan emosional question (EQ). Terbentuknya kepercayaan diri, mahir dalam berkomunikasi, tepat dalam membuat keputusan, dan mampu memecahkan masalah.

Perlu dipahamkan kepada para orang tua bahwa kooperatif membentuk kemampuan sosial siswa yang sangat berguna pada kehidupan yang akan datang. Kepada siswa juga perlu dipahamkan bahwa kemampuan sosial bekerja secara bersama-sama dibutuhkan dalam menjalani kehidupan dimasa depan.  Tujuan instruksional kooperatif learning adalah prestasi akademik, toleransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman perbedaan, dan pengembangan keterampilan sosial.

3.4  Komitmen Pelaksana Pendidikan
Dalam dunia pendidikan kita mengenal dua istilah, (1) Pelaksana atau orang yang melakukan pendidikan (2) pelaksanaan pendidikan, sudah berjalan atau belum.

Dalam sub bab ini kita berfokus pada pelaksana pendidikan. Kita dapat membagi pelaksana pendidikan itu menjadi
  • Guru
  • Siswa 
  • Kepala Sekolah 
  • Kepala Dinas pendidikan dan pengajaran 
  • Bupati/Gubernur 
  • Menteri Pendidikan 

Kepala sekolah, Kepala Dinas, Bupati, dan Menteri pendidikan dapat kita katakan sebagai menager atau owner (pemilik) atau pengambil keputusan terhadap kebijakan-kebijakan pendidikan.

Guru adalah satu bagian yang berperan penting dalam pelaksanaan pendidikan. Tanpa Guru tidak mungkin terlaksana suatu pendidikan. Guru menentukan bagaimana hasil yang diharapkan kepada siswa. Menurut Jacky Chan dalam film nya “karate kids” no bad student, there is bad teacher. Tidak ada siswa yang buruk, yang ada adalah guru yang buruk. Guru yang baik akan mampu menanamkan hal-hal baik kepada diri siswa.

Begitupun siswa juga dibutuhkan komitmennya untuk terlaksananya pendidikan. Siswa mestilah memiliki motivasi untuk belajar. Peran guru juga harus mampu terus memotivasi siswa.

Kembali ke pembahasan, Tidak ditemukan komitmen yang nyata dari pelaksana pendidikan tersebut dalam penerapan model pembelajaran kooperatif. Dimulai dari guru, seperti pada penjelasan dipoint sebelumnya guru tidak percaya dengan model-model pembelajaran. Pengambil keputusan pun tidak mewajibkan pada guru untuk melakukan pembelajaran menggunakan model pembelajaran. Mengapa ini terjadi? Berdasarkan survey ternyata pengambil keputusan ini tidak memahami konsep model pembelajaran. Ketika ditanyakan kepada kepala sekolah, kecil kemungkinan mereka mengerti dengan model-model pembelajaran. Kepala dinaspun tidak mengerti dengan model-model pembelajran. Dengan demikian bagaimana mungkin timbul komitmen pada dirinya untuk melaksanakan model pembelajaran kooperatif. Tidak ditemukan pula komitmen pada menteri pendidikan. Jika ada, selain PLPG tentunya akan didapati pelatihan pendidikan untuk kepala-kepala sekolah, pelatihan pendidikan untuk kepala dinas, bahkan mungkin untuk bupati dan gubernur. Jika, ada tentunya menteri pendidikan akan menuntut keseriusan dari pelaksana-pelaksana pendidikan.

Solusi yang dapat dilakukan untuk memunculkan komitmen ini adalah dengan memahamkan para pelaksana pendidikan tersebut tentang betapa hebatnya pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran. Melihat negara lain dalam kualitas pendidikan mereka yang menggunakan model pembelajaran.

3.5  Penelitian Terkait Model Pembelajaran Kooperatif
Telah banyak pengujian tentang model pembelaran kooperatif. Kalangan mahasiswa selalu menyebutnya sebagai penelitian. Namun pada hakikatnya yang mereka lakukan adalah pengujian model pembelajaran kooperatif saja kepada beberapa bab dari pelajaran fisika. Keberhasilan model pembelajaran kooperatif tidak perlu diragukan lagi karena model ini terbentuk dari hasil penelitian pendidikan empirik. Menurut Prof. Sahyar mahasiswa S1 pada pengerjaan skripsinya sifat dasarnya adalah latihan meneliti. S2 melakukan inovasi pada model pembelajran yang ada. S3 menciptakan model pembelajaran baru. Mahasiswa S1 hanya menggunakan model pembelajaran kooperatif sebagai bahan latihan meneliti. Sangat disayangkan setelah selesai latihan meneliti model pembelajaran kooperatif pun tidak digunakan lagi.

Berikut adalah data yang diperoleh dari salah satu Universitas yang mencetak guru-guru. Sebelumnya Universitas ini dikenal dengan nama IKIP. Sekarang (2012) namanya sudah berubah menjadi Universita Negeri Medan. Penulis mengacu pada data yang diperoleh dari Perpustakaan Laboratorium Fisika Tahun 2007. Pada tahun 2007 dari 230 penelitian yang dilakukan peneliti skripsi hanya terdapat 36 penelitian tentang kooperatif. Dan terus bertambah setiap tahunnya.

Berdasarkan data tersebut jelas sekali hanya sedikit yang mengenal model pembelajaran kooperatif. Tentunya mahasiswa yang meneliti model pembelajaran kooperatif lebih mengenal kooperatif dari pada mahasiswa yang meneliti model pembelajaran lainnya seperti model pembelajaran berbasis masalah, model pembelajaran berbasis proyek, model pembelajaran siklus belajar, dan lainnya. Sehingga dapat dibuat sebuah ungkapan dalam setahun hanya 15% dari lulusan pendidikan fisika yang mengenal model pembelajran kooperatif dengan baik.

Jelas, keadaan ini dengan penelitian yang sedikit belum bisa mendorong guru-guru untuk menggunakan model pembelajran kooperatif. Saat ini telah dilakukan PLPG yang objeknya adalah guru-guru yang sudah terjun dalam dunia pendidikan. Menurut Prof. Motlan PLPG tidak mampu menjadikan guru-guru menguasai model-model pembelajaran. Dari pernyataan tersebut tidak munkin guru-guru yang mengajar disekolahan akan mau menggunakan mode pembelajaran kooperatif kecuali guru tersebut serius untuk melakukan perubahan.

Lulusan-lulusan baru pun yang sudah latihan meneliti dan mengenal pembelajaran kooperatif. Mulai dari tahun 2007 s.d. 2012 yang merupakan agent of change (pengganti) dari guru-guru yang sudah mengajar disekolah. Lulusan-lulusan itu belum seimbang jumlahnya dengan guru-guru yang telah memiliki SK dan NIP (PNS).

Jika agent of change ini serius dan menguasai model-model pembelajaran besar kemungkinan 10 tahun lagi akan terjadi perubahan besar pada pendidikan di Indonesia ke arah yang lebih baik.

3.6  Peran Kooperatif dalam pembentukan “Melek Sain”
Dalam masa pertumbuhan manusia dari bayi hingga dewasa, dari kecil hingga besar, dari tidak berpengetahun hingga memiliki pengetahuan. Pertumbuhan itu berlangsung secara bertahap. Skill terbentuk satu persatu. Menguasai bahasa, kemampuan berjalan, kemampuan berlari, kemampuan membaca, kemampuan menganalisis, dan seterusnya. Manusia dikatakan sukses dan berhasil ketika dia bisa membaca (tidak buta huruf) dan mengusai tingkatan selanjutnya yaitu melek sain. 
Gambar 1. hakikat seseorang dikatakan melek sain

K mewakili knowledge (pengetahuan), P mewakili Proses, S mewakili Sosial. Seseorang dikatakan melek sain harus menumbuhkan ketiga bagian di atas. Dengan kata lain orang yang melek sain memperoleh pengetahuan dengan proses yang banyak, semakin banyak proses semakin baik pemahamannya terhadap pengetahuan. Seseorang yang melek sain juga harus memiliki sikap sosial yang tinggi, peduli terhadap sesama.

Pada pembelajaran kooperatif yang Tujuan instruksional kooperatif learning adalah prestasi akademik dengan memperoleh pengetahuan, toleransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman perbedaan (hubungan sosial yang baik), dan pengembangan keterampilan sosial.

Dari segi proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif adalah benar-benar menghargai proses, mulai dari pembentukan kelompok, diskusi yang dilaksanakan, mental yang dilatih saat presentasi siswa adalah pilihan terbaik untuk membentuk seseorang menjadi melek sain.
Seorang guru harusnya memperhatikan proses dari tahapan-tahapan atau fase-fase dari model pembelajaran kooperatif. Ketika prosesnya benar tujuan membentuk keterampilan sosial akan tercapai, pengetahuan yang ingin dikonstruksi kepada siswa akan berhasil.

Senin, 05 November 2012

Ketangguhan Pembelajaran Berbasis Masalah

Akan selalu ada masalah
Dalam menjalani kehidupan ini, setiap hari manusia tidak terlepas dari yang namanya masalah. Sebagian orang tidak masalah dengan masalah. Sebagian lagi merasa masalah adalah mala petaka.Tergantung pada bagaimana seseorang menyikapi masalah tersebut. 

Saat kita ingin pergi kerja atau sekolah mengendarai sepeda motor tiba-tiba hujan pun turun cukup lebat yang dapat membuat kita basah kuyub. Masalah ini selesai ketika kita membawa mantel/baju hujan di bagasi sepeda motor kita. Namun ketika kita tidak membawa mantel hujan masalah ini tidak akan selesai hanya jika kita menemukan sebuah solusi.

Dari contoh kasus di atas kita dapat mendefinisikan bahwa masalah adalah sesuatu kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan/harapan kita.
Maslalah dapat teselesaikan dengan
  1. Antisivasi
  2. STL (solusi tidak langsung)

Point ke-1 Antisivasi yang dimaksud di atas adalah solusi yang disiapkan dimana masalah belum terjadi.
Sedangkan point ke-2 STL adalah solusi yang dibentuk saat masalah sudah/baru terjadi.

Sering kali manusia dihadapkan dengan masalah yang tidak diduga-duga. Sedikit yang tetap tenang ketika mendapatkan masalah.

Sebagian besar orang ketika mendapatkan masalah akan ditimpa oleh galauw

Berdasarkan hasil penelitian. Ternyata faktor penentu tenang atau galau tadi adalah kebiasaan (habit). ketika seseorang telah terbiasa dengan masalah, maka ia akan menyelesaikannya dengan tenang, cerdas, dan kreatif.
 Saat seseorang tidak biasa menghadapi masalah, ketika datang masalah kepadanya, sulit baginya menerima, dalam penyelesaiannya di sertai dengan keluhan, bahkan lari dari masalah. Ck Ck Ck ...

Bagi pengusaha yang menginginkan keberhasilan/kesuksesan > 80% penyelesaian pada point-1 (Antisipasi) haruslah menjadi keahliannya. Begitupun penyelesaian point ke-2. Ketika seorang pengusaha dihadapkan dengan masalah yang diluar perkiraannya, ia harus mampu menemukan problem solving dengan kreatif.

Setelah seorang anak manusia menamatkan jenjang pendidikannya. Anak manusia ini akan dihadapkan dengan kehidupan nyata. Rejeki yang diperolehnya dari orang tua/beasiswa/sumber lainnya (yang statusnya minta) akan berhenti. Ia dituntut untuk mampu menghasilkan uang sendiri.
Kasus ini adalah masalah baru baginya. Sebagian kecil mereka akan mendapatkan pekerjaan. Sebagian lagi mendapat kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan. Situasi sulit yang tidak sesuai harapan. Ini lah masalah.

Pertanyaannya, bagaiman membentuk keahlian problem solving/pemecahan masalah ini?

Cara jitunya sederhana.
Biasakan saja diri dengan masalah,.
Tentunya bukan dengan mencari masalah dengan orang lain :) :D


Pertanyaannya berlanjud menjadi, bagaimana cara membiasakan diri dengan masalah?

Saat kita merenungi tentang pendidikan. kita akan menemukan bahwa pendidikan seorang anak itu diperoleh dari sekolah, rumah, dan masyarakat/lingkungan.

Dari sinilah manusia belajar

Lingkungan, sekolah, rumah sama pentingnya dalam memberikan pendidikan kepada seorang anak manusia.

Jika dalam lingkungan masyarakat baik, anak cenderung baik. Jika lingkungan buruk anak cenderung ikut arus.

Saat lingkungan buruk dibutuhkan peran rumah yang baik atau sekolah yang baik.
Bayangkan alangkah baiknya ketika ketiga-tiganya baik.

Hubungan pendidikan dengan masalah
Pada pembahasan kali ini, kita cukupkan pada pembahasan membiasakan masalah disekolah.
Saat belajar dikelas,
terjadi sebuah kegiatan belajar mengajar dimulai dari awal masuk kelas sampai jam pelajaran selesai. Aktivitas yang dilakukan dari awal hingga akhir dikenal dengan Model Pembelajaran.

Pembiasaan terhadap masalah dapat dilakukan setiap KBM (kegiatan belajar mengajar) yang dilakukan di kelas.
Setiap pertemuan, KBM dilakukan dengan berbasis masalah.
Anggaplah seminggu 1 kali pertemuan untuk pelajaran fisika.
(bersambung...)

Tentang Saya

Foto saya
Jalan Lebe Kader, Gelengang (1001); Jalan Anugerah Lorong Sejahtera, Takengon., Aceh Tengah, Indonesia
Seorang yang ingin selalu menambah ilmu agar selamat dunia dan akhirat, Pencari Kebenaran dari sisi Pencipta swt. Berdakwah meneruskan visi misi Rasulullah saw

Ads