ISU ISU TENTANG MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
3.1 Apakah Pembelajaran Kooperatif dan
Kolaboratif Sudah Dilaksanakan di Sekolah
Berdasarkan
fakta yang ada ternyata model pembelajaran kooperatif belum diterapkan di
sekolah-sekolah secara penuh. Fakta ini diperoleh dari hasil observasi yang
dilakukan tim penulis ke sekolah-sekolah yang ada di Sumatera Utara. Fakta ini
juga diperoleh dari ungkapan beberapa latar belakang
penelitian skripsi tentang model pembelajaran kooperatif di
sekolah-sekolah. Seperti halnya Elfi dalam latar belakang
skripsinya menyatakan guru cenderung masih menggunakan model pembelajaran
konvensional dengan metode ceramah dan tanya jawab, guru tidak menggunakan
model yang bervariasi. Model pembelajaran
kooperatif hanya dilakukan saat penelitian oleh mahasiswa yang ingin
menyelesaikan skripsi atau tesis. Guru-guru masih cenderung menggunakan
pembelajaran yang berpusat pada guru. Guru-guru baru pun banyak yang merasa
tidak mampu menggunakan model pembelajaran kooperatif dikarenakan lingkungan
sekitar/guru-guru yang lain masih menggunakan metode ceramah. Untuk menjawab
isu ini, akan dijelaskan pada point-point berikutnya yang merupakan penyebab
tidak terlaksananya model pembelajaran kooperatif di sekolah-sekolah.
3.2 Guru Tidak Percaya Dengan Model Pembelajaran
Koperatif
Saat
mengajar di kelas terkadang kita tergoda untuk mengajar seperti dahulu kita di
ajarkan oleh guru-guru kita. Pada tahun-tahun dimana orang yang saat ini
menjadi guru sedang menjadi murid di sekolah, pembelajaran diberikan dengan
guru sebagai pusat.
Guru
menjadi satu-satunya sumber pengetahuan di samping buku teks. Sesekali guru
menyuruh muridnya berdiskusi dalam lay out atau susunan bangku kelas yang
dideretkan dari depan ke belakang. Saat mengerjakan tugas dari guru pun, murid
mengerjakannya secara individual.
Generasi
guru sudah mulai terganti dengan guru-guru yang sudah mempelajari model
pembelajaran kooperatif. Guru-guru yang tidak percaya yang dimaksudkan disini
adalah guru-guru lama yang sepanjang mereka mengajar belum digalakkannya
pembelajaran kooperatif.
Penyebab
mereka tidak percaya berdasarkan hasil observasi adalah sebagai berikut:
- Rasa
enggan untuk melakukan perubahan.
- Tidak
mau mencari informasi tentang model pembelajaran kooperatif.
- Merasa
lebih direpotkan oleh kooperatif.
- Tidak
mampu mengembangkan diri akibat faktor usia.
Adapun
solusi yang dapat dilakukan agar mereka mau menerapkan pembelajaran kooperatif
adalah dengan mengajak guru-guru tersebut kembali mengingat saat-saat mereka
berada di kursi sekolah. Yang menuntut mereka bersama temannya yang lain saat
itu untuk menyelasaikan tugas tertentu. Pengalaman ini mungkin sangat singkat,
seperti menegerjakan soal fisika dengan teman sebangku atau yang membutuhkan
kolaborasi dalam menyelesaikan sebuah proyek.
Pengalaman
para guru itu akan dimunculkan dengan mengajukan beberapa pertanyaan.
- Apakah
yang paling ibu/bapak sukai dari mengerjakan tugas bersama orang lain?
- Apakah
pengalaman itu berharga? Mengapa?
- Menurut
bapak ibu, Apa yang dipelajari siswa saat siswa belajar bersama-sama?
- Apakah
yang mendukung dan menghambat keefektifan belajar dalam belajar bersama?
Jika
mereka menjawab secara jujur dan benar. Mereka akan percaya bahwa pembelajaran
kooperatif baik digunakan dalam lingkungan belajar disekolah. Mereka pun harus
disadarkan bahwa pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang langsung
dikonstruksi ke dalam otak manusia. Sepertihalnya “saya lupa karena saya
mendengarkan, saya ingat karena saya melakukan.”
3.3 Orang Tua Murid Protes Pada Kepala
Sekolah Karena Penggunaan Kooperatif
Sekelompok
orang tua dari anak-anak yang sangat berbakat datang kesekolah mengeluh karena
seorang guru menggunakan kooperatif. Mereka mengatakan bahwa anak-anak mereka
dihukum dengan harus bekerja dengan anak-anak yang kurang berbakat dan bahwa
pemberian nilai pada usaha kelompok tidak adil. Mereka menyatakan keyakinannya
bahwa individu-individu seharusnya diberi penghargaan atas hasil kerjanya
sediri, terlepas dari pekerjaan orang lain.
Solusi dari permasalahan ini adalah
kembali pada tujuan pembelajaran di kelas. Tujuan Pembelajaran di kelas adalah
membentuk pengetahuan pada diri siswa. Bukan beberapa siswa melainkan seluruh
siswa. Ketika ada beberapa siswa belum menguasai suatu materi sebenarnya bisa
dikatakan sorang guru belum sukses dalam mengajar.
Solusi-solusi yang dapat diambil
adalah sebagai berikut:
Saling berpandangan positif. Saling
berpandangan positif ialah manusia memiliki potensi yang sama dan mereka saling
bergantung antara satu sama lain untuk mencapai sesuatu kemaslahatan yang sama.
Semua orang perlu memahami pembelajaran
diri sendiri dan pembelajaran berkelompok. Sesering mungkin perlu
dilatihkan kepada siwa untuk berinteraksi dalam kelompok agar mereka dapat membantu,
berpendapat, dan seterusnya antara satu sama lain untuk mencapai tahap
pembelajaran yang maksimum.
Kemampuan individu. Setiap orang
(siswa) mempunyai tanggung jawab untuk belajar. Koperatif bukan hanya bertujuan
untuk keberhasilan team, Namun juga untuk meningkatkan kemampuan individu.
Artinya setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari materi
sebelum berdiskusi dengan teman satu team.
Kerja sama team. Manusia tidak
dilahirkan dengan naluri untuk berinteraksi secara berkesan dengan orang lain
(Johnson, Johnson & Holubec, 1990). Namun kemampuan kerja sama team untuk
bergaul secara berkesan dengan orang lain tidak akan terbentuk secara otomatis. Model pembelajaran kooperatif menjadikan dan membiasakan siswa
mengembangkan emosional question (EQ). Terbentuknya kepercayaan diri, mahir dalam
berkomunikasi, tepat dalam membuat keputusan, dan mampu memecahkan masalah.
Perlu
dipahamkan kepada para orang tua bahwa kooperatif membentuk kemampuan sosial
siswa yang sangat berguna pada kehidupan yang akan datang. Kepada siswa juga
perlu dipahamkan bahwa kemampuan sosial bekerja secara bersama-sama dibutuhkan
dalam menjalani kehidupan dimasa depan.
Tujuan instruksional kooperatif learning adalah prestasi akademik,
toleransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman perbedaan, dan pengembangan
keterampilan sosial.
3.4 Komitmen Pelaksana Pendidikan
Dalam
dunia pendidikan kita mengenal dua istilah, (1) Pelaksana atau orang yang melakukan
pendidikan (2) pelaksanaan pendidikan, sudah berjalan atau belum.
Dalam
sub bab ini kita berfokus pada pelaksana pendidikan. Kita dapat membagi
pelaksana pendidikan itu menjadi
-
Guru
- Siswa
- Kepala Sekolah
- Kepala Dinas pendidikan dan pengajaran
- Bupati/Gubernur
- Menteri Pendidikan
Kepala
sekolah, Kepala Dinas, Bupati, dan Menteri pendidikan dapat kita katakan
sebagai menager atau owner (pemilik) atau pengambil keputusan terhadap
kebijakan-kebijakan pendidikan.
Guru
adalah satu bagian yang berperan penting dalam pelaksanaan pendidikan. Tanpa
Guru tidak mungkin terlaksana suatu pendidikan. Guru menentukan bagaimana hasil
yang diharapkan kepada siswa. Menurut Jacky Chan dalam film nya “karate kids”
no bad student, there is bad teacher. Tidak ada siswa yang buruk, yang
ada adalah guru yang buruk. Guru yang baik akan mampu menanamkan hal-hal baik
kepada diri siswa.
Begitupun
siswa juga dibutuhkan komitmennya untuk terlaksananya pendidikan. Siswa
mestilah memiliki motivasi untuk belajar. Peran guru juga harus mampu terus
memotivasi siswa.
Kembali
ke pembahasan, Tidak ditemukan komitmen yang nyata dari pelaksana pendidikan
tersebut dalam penerapan model pembelajaran kooperatif. Dimulai dari guru,
seperti pada penjelasan dipoint sebelumnya guru tidak percaya dengan
model-model pembelajaran. Pengambil keputusan pun tidak mewajibkan pada guru
untuk melakukan pembelajaran menggunakan model pembelajaran. Mengapa ini
terjadi? Berdasarkan survey ternyata pengambil keputusan ini tidak memahami
konsep model pembelajaran. Ketika ditanyakan kepada kepala sekolah, kecil
kemungkinan mereka mengerti dengan model-model pembelajaran. Kepala dinaspun
tidak mengerti dengan model-model pembelajran. Dengan demikian bagaimana
mungkin timbul komitmen pada dirinya untuk melaksanakan model pembelajaran
kooperatif. Tidak ditemukan pula komitmen pada menteri pendidikan. Jika ada,
selain PLPG tentunya akan didapati pelatihan pendidikan untuk kepala-kepala
sekolah, pelatihan pendidikan untuk kepala dinas, bahkan mungkin untuk bupati
dan gubernur. Jika, ada tentunya menteri pendidikan akan menuntut keseriusan
dari pelaksana-pelaksana pendidikan.
Solusi
yang dapat dilakukan untuk memunculkan komitmen ini adalah dengan memahamkan
para pelaksana pendidikan tersebut tentang betapa hebatnya pembelajaran yang
menggunakan model pembelajaran. Melihat negara lain dalam kualitas pendidikan
mereka yang menggunakan model pembelajaran.
3.5 Penelitian Terkait Model
Pembelajaran Kooperatif
Telah
banyak pengujian tentang model pembelaran kooperatif. Kalangan mahasiswa selalu
menyebutnya sebagai penelitian. Namun pada hakikatnya yang mereka lakukan
adalah pengujian model pembelajaran kooperatif saja kepada beberapa bab dari
pelajaran fisika. Keberhasilan model pembelajaran kooperatif tidak perlu
diragukan lagi karena model ini terbentuk dari hasil penelitian pendidikan
empirik. Menurut Prof. Sahyar mahasiswa S1 pada pengerjaan skripsinya sifat
dasarnya adalah latihan meneliti. S2 melakukan inovasi pada model pembelajran
yang ada. S3 menciptakan model pembelajaran baru. Mahasiswa S1 hanya menggunakan
model pembelajaran kooperatif sebagai bahan latihan meneliti. Sangat
disayangkan setelah selesai latihan meneliti model pembelajaran kooperatif pun
tidak digunakan lagi.
Berikut
adalah data yang diperoleh dari salah satu Universitas yang mencetak guru-guru.
Sebelumnya Universitas ini dikenal dengan nama IKIP. Sekarang (2012) namanya
sudah berubah menjadi Universita Negeri Medan. Penulis mengacu pada data yang
diperoleh dari Perpustakaan Laboratorium Fisika Tahun 2007. Pada tahun 2007
dari 230 penelitian yang dilakukan peneliti skripsi hanya terdapat 36
penelitian tentang kooperatif. Dan terus bertambah setiap tahunnya.
Berdasarkan
data tersebut jelas sekali hanya sedikit yang mengenal model pembelajaran kooperatif.
Tentunya mahasiswa yang meneliti model pembelajaran kooperatif lebih mengenal
kooperatif dari pada mahasiswa yang meneliti model pembelajaran lainnya seperti model
pembelajaran berbasis masalah, model pembelajaran berbasis proyek, model pembelajaran
siklus belajar, dan lainnya. Sehingga dapat dibuat sebuah ungkapan dalam setahun
hanya 15% dari lulusan pendidikan fisika yang mengenal model pembelajran
kooperatif dengan baik.
Jelas,
keadaan ini dengan penelitian yang sedikit belum bisa mendorong guru-guru untuk
menggunakan model pembelajran kooperatif. Saat ini telah dilakukan PLPG yang
objeknya adalah guru-guru yang sudah terjun dalam dunia pendidikan. Menurut
Prof. Motlan PLPG tidak mampu menjadikan guru-guru menguasai model-model
pembelajaran. Dari pernyataan tersebut tidak munkin guru-guru yang mengajar
disekolahan akan mau menggunakan mode pembelajaran kooperatif kecuali guru
tersebut serius untuk melakukan perubahan.
Lulusan-lulusan
baru pun yang sudah latihan meneliti dan mengenal pembelajaran kooperatif.
Mulai dari tahun 2007 s.d. 2012 yang merupakan agent of change (pengganti) dari guru-guru yang sudah mengajar disekolah. Lulusan-lulusan itu
belum seimbang jumlahnya dengan guru-guru yang telah memiliki SK dan NIP (PNS).
Jika
agent of change ini serius dan menguasai model-model pembelajaran besar
kemungkinan 10 tahun lagi akan terjadi perubahan besar pada pendidikan di
Indonesia ke arah yang lebih baik.
3.6 Peran Kooperatif dalam pembentukan
“Melek Sain”
Dalam
masa pertumbuhan manusia dari bayi hingga dewasa, dari kecil hingga besar, dari
tidak berpengetahun hingga memiliki pengetahuan. Pertumbuhan itu berlangsung
secara bertahap. Skill terbentuk satu persatu. Menguasai bahasa, kemampuan
berjalan, kemampuan berlari, kemampuan membaca, kemampuan menganalisis, dan
seterusnya. Manusia dikatakan sukses dan berhasil ketika dia bisa membaca (tidak
buta huruf) dan mengusai tingkatan selanjutnya yaitu melek sain.
|
Gambar 1. hakikat seseorang dikatakan melek sain |
K
mewakili knowledge (pengetahuan), P mewakili Proses, S mewakili Sosial.
Seseorang dikatakan melek sain harus menumbuhkan ketiga bagian di atas. Dengan
kata lain orang yang melek sain memperoleh pengetahuan dengan proses yang
banyak, semakin banyak proses semakin baik pemahamannya terhadap pengetahuan.
Seseorang yang melek sain juga harus memiliki sikap sosial yang tinggi, peduli
terhadap sesama.
Pada
pembelajaran kooperatif yang Tujuan instruksional kooperatif learning adalah
prestasi akademik dengan memperoleh pengetahuan, toleransi dan penerimaan
terhadap keanekaragaman perbedaan (hubungan sosial yang baik), dan pengembangan
keterampilan sosial.
Dari
segi proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif adalah
benar-benar menghargai proses, mulai dari pembentukan kelompok, diskusi yang
dilaksanakan, mental yang dilatih saat presentasi siswa adalah pilihan terbaik
untuk membentuk seseorang menjadi melek sain.
Seorang guru harusnya memperhatikan proses dari
tahapan-tahapan atau fase-fase dari model pembelajaran kooperatif. Ketika
prosesnya benar tujuan membentuk keterampilan sosial akan tercapai, pengetahuan
yang ingin dikonstruksi kepada siswa akan berhasil.